Thursday, November 24, 2011

AL-KHAWARIZMI, BAPAK MATEMATIKA



 Oleh :Muhammad Muhibbuddin*


Al-Khawarizmi adalah ilmuwan genius dari kalangan muslim. Dialah pakar matematika dan penemu Al-Jabar. Nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi. Ia lahir pada 194 H (780 M) di Khwarizm (sekarang disebut Khiva), Uzbekistan. Pada masanya Khwarizm menjadi pusat penelitian ilmiah di Asia yang didatangi oleh banyak ilmuwan.
Nenek moyang Al-Khawarizmi, menurut At-Tabari, adalah orang imigran yang mendiami daerah Qurtubuli, sebuah kawasan di sebelah Barat Baghdad. Menurut At-Tabari, Al-Khawarizmi, merupakan seorang Zoroastrian sehingga dia menyebutnya Al-Majusi. Namun,bila dilihat dari karya-karyanya, khususnya Al-Gebra, Al-Khawarizmi adalah seorang muslim tulen bahkan ada yang menyebutnya sebagai seorng sufi. Sebab, sebagaimana ulama-ulma muslim lainnya, dalam karyanya dia selalu mengawalinya dengan bacaan Al-Hamdalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.
Di antara karya-karyanya Al-Khawarizmi adalah Al-Jama Wat-Tafriq bi Hisab Al-Hindi (Book of Additional and Substraction the Methode of Clculation: Menambah dan Mengurangi dalam Perhitungan Hindu),  Kitab Al-Mukhtashar fi Al-Hisab Al-Jabra wa Al-Muqabala (buku tentang proses memadukan dan Menyamakan), Kita Al-Ardh (Book of Earth: Buku tentang Bumi), Miftahul Ilmi (Kunci Ilmu Pengethauan), Zij Al-Sindhid (Tabel astronomi)
Anak Pencerahan Islam
Bila dilihat dri sejarah hidupnya, Al-Khwarizmi merupakan salah ilmuwn muslim yang lahir dari rahim pencerahan Islam. Dia adalah ilmuwn yang diplih oleh Khalifah Al-Ma’mun untuk mengelola pusat riset dan kajian ilmu pengetahuan , Baitul Hikmah yang berpusat di Baghdad. Dalam sejarah pemikiran Islam, masa Al-Ma’mun adalah masa-masa keemasan Islam, khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Puncak keemasan Islam di Baghdad telah merentang jauh dari era Harun Al-Rasyid hingga sampai generasi setelahnya, termasuk eranya Al-Ma’mun. Baitul Hikmah sendiri adalah sebuah penanda bagi pesatnya ilmu pengetahuan di era tersebut. Baitul Hikmah berdiri pada masa Harun Al-Rasyid. Kemudian setelah Harun Al-Rasyid wafar, maka digantikan oleh Al-Ma’mun. Karena cintanya terhadap ilmu pengetahuan begitu tinggi, maka Baitul Hikmah mendapat perhatian serius dari Al-Ma’mun sehingga bisa berkembang pesat dan menjadi marcusuar peradaban dunia kala itu.
Sebagai bentuk konkret perhtiannya pada ilmu pengethauan, Al-Ma’mun menghimpun para ilmuwan dari berbagai displin ilmu pengetahuan untuk berkumpul dalam Baitul Hikmah untuk meneliti, mengkaji, menterjemahkan, menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain mengemabngkan pusat riset dan kajian ilmu pengethauan Baitul Hikmah, Al-Ma’mun juga membangun pusat Observatorium di bukit Qaysun, Damascus dan Baghdad. Dia tidak tak henti-hentinya mendorong dan memfasilitasi para sarjana dan ilmuwan untuk melakukan kerja-kerja ilmiah. Hasilnya ternyata luar biasa. Terbukti bnyak karya-karya masterpiece yang lahir baik itu hasil terjemahan maupun hasil tulisan sendiri dari penulisnya.
Al-Khawarizmi adalah salah satu ilmuwan yang mendapat perhatian dn fasilitas dari khalifah Al-Ma’mun tersebut. Sebagaimana para ilmuwan lainnya, sejak di Baitul Hikmah, dia mendapat berbagai fasilitas dan dukungan kuat dari khalifah untuk mengemban misi ilmiah. Karena itu, ia terpacu dan semakin semangat mengembangkan bakat intlektualnya. Bakat intlektual yang menonjol dari Al-Khawarizmi adalah di bidang Matematika dan astronomi. Para ilmuwan muslim pada waktu itu sudah mempunyai pandangan bahw astronomi merupakan disiplin ilmu yang membutuhkan disiplin matematika dan observasi. Maka akhirnya bisa dibuktikan bahwa Al-Khawarizmi bisa menguasai dan mengembangkan dua disiplin ilmu tersebut melalui karyanya Al-Jabru Wal Muqabala. Atas dukungan Khalifah Al-Ma’mun itulah dia menyatakan, “Aku telah mendapat dorongan dari khalifah Al-Ma’mun, berkat kekuasaan yang diwarisinya dan kebesaran yang dimilikinya, sangat sopan dan ramah, beliau merangkul para kerbat dan sahabt dekatnya untuk memberi bantuan kepada mereka untuk menjelaskan apa yang sulit dan memudahkan sesuatu yang susah, yang kemudian mendorongku untuk menyusun buku “Al-Jabra wal Muqabala”.
Dengan karyanya tersebut maka semakin mengukuhkan Al-Khawarizmi sebagai pakar matematika yang diakui oleh para ilmuwan sesudahnya baik di Timur maupun di Barat. Begitu juga dalam bidang astronomi. Dengan memanfaatkan pusat-pusat observatorium yang dibangun oleh khalifah, ia terus melakukan penyelidikan-penyelidikan ilmiah sehingga penemuan-penemuannya banyak bermanfaat bagi pengembangan sains dan matematika.
Pemimpin dan Ilmuwan
Salah satu makna yang bisa dipetik dari sejarah intelektual Al-Khawarizmi adalah terjadinya budaya kerja sama dan bahu membahu antara ilmuwan dengan pemimpin politik. Ilmu pengetahuan dan peradaban besar dalam sebuah bangsa atau negara bisa lebih berkembng pesat kalau memang para ilmuwannya mendapatkan dukungan yang kuat dari pemimpin. Hal ini tercermin dari Khalifah Harusn Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun yang begitu intensif memperhatikan para ilmuwannya. Pemimpin yang dilimpahi kekuasaan tentunya sangat penting perrannya dalam hal memberikan fasilits dan dukungan material maupun moral bagi para ilmuwan untuk mengeksplorasi ilmu pengethuan yang sngat berguna bagi kemajuan bangsa dan negara. Begitu juga sebaliknya, para ilmuwan dan sarjana harus bersikap obyektif , jujur dan amanah dalam menggunakan dan mendayagunakan secara maksimal atas berbagai fasilitas yang diterima dari pemimpin dan rakyat untuk mengembangkan dan menemukan ilmu pengethauan yng bisa memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat bangsa dan negara.
Dalam konteks Indonesia sekarang, belum ada geliat perhatian pemerinth yang maksimal terhadap para ilmuwan. Para ilmuwan dna manusia genius di Indonesia dibiarkan terlantar oleh pemerinth sehingga justru dimanfaatkan oleh negara-negara lain. Banyak para ilmuwan dan peneliti Indoensia di berbagai bidang ilmu pengetahuan yang harus pensiun dini kemudian mencari kerja ke luar negeri karena fasilitas dan insentif dari pemerintah sangat minim. Bahkan ada yang sejak awal ketika kuliah di luar negeri tidak mau kembali ke Indonesia karena lebih tertarik dengan tawaran fasilitas dn gaji yang luar biasa besar dari pemerintah asing. Karena itu wajar kalau Ilmu pengetahuan di Indonesia sulit berkembang karena para ilmuwannya banyak yang disia-siakan oleh pemerintahnya. Yang berkembng subur justru para koruptornya. Sungguh ironis negara ini.
*Muhammad Muhibbuddin adalah anggota diskusi filsafat “ZAT Community” Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment