Thursday, December 8, 2011

POLITICAL LIFESTYLE DAN KORUPSI


Oleh :Muhammad Muhibbuddin*
Dalam orasi kebudayaannya di TIM (10/11), ketua KPK, Busyro Muqoddas menyindir hidup para pejabat yang hidupnya hedonis. “Mereka hidup parlente, mobil dinas Croen Royal Saloon yang jauh lebih mewah dari mobil Perdana Menteri negeri tetangga. Mereka lebih mencerminkan politisi yang hedonis –pragmatis” tegas Busyro. Gaya hidup (lifestyle) para pejabat yang cenderung glamour, borjuis dan hedonis itu ditengarai menjadi salah faktor menyeruaknya korupsi dilingkungan para pejabat. Memang selama ini akar penyebab korupsi  lebih sering disoroti hanya dari sisi struktural dan kurang memperhatikan pada sisi kulturalnya, termasuk pada gaya hidup para pejabat. Padahal sangat mungkin bahwa maraknya korupsi di Indonesia pada level yang lebih fundamental karena dipicu oleh gaya hidup para pejabatnya yang terlalu mengumbar kemewahan dan glamorisme.
Arena Pergulatan tanda
Politik adalah sebuah arena, dan arena sendiri adalah sebuah gelanggang pergulatan, yakni pergulatan untuk beradu kekuasaan. Namun, sejarah arena sendiri, menurut Piere Bourdieu (2010:127)  bukan hanya sejarah pergulatan memperebutkan monopoli kekuasaan untuk memaksakan dan memberlakukan kategori-kategori persepsi dan apresiasi yang legitim. Sebab, Pergulatan itu sendirilah, lanjut Bourdieu, yang menciptakan sejarah arena; melalui pergulatan arena mendapatkan domesi temporernya.
Sama halnya dengan politik. Politik, pada tataran praksisnya adalah arena untuk memperebutkan kekuasaan. Namun, ini adalah praktik politik yang sudah klasik dan bukan satu-satunya fungsi politik sebagai arena pergulatan. Pada tahap perkembangannya politik bukan hanya berfungsi sebagai arena perebutan kekuasaan. Dalam konteksnya yang paling naif, politik ternyata juga dijadikan sebagai arena pergulatan untuk mencari nafkah. Dalam konteks Indonesia, sudah menjadi rahasia umum bahwa para politisi yang menceburkan ke ranah politik adalah untuk mencari pekerjaan. Sangat minim mereka yang berebut kursi kekuasaan itu sepenuhnya hendak mengabdi kepada rakyat. Misi politik utama mereka tetap untuk mencari “suaka ekonomi” bagi diri dan keluarganya.
Selain sebagai arena perebutan kekuasaan dan medium mencari pekerjaan, politik juga sebagai arena untuk demonstrasi gaya hidup (lifestyle). Inilah maenstream gejala praktik politik di era kontemporer. Kecenderungan para politisi sekarang ini menjadikan politik sebagai arena untuk mengkonstruk dan menebarkan gaya hidup mewah dan performance yang serba wah!. Politik kemudian menjadi arena pergulatan tanda. Ruang politik tidak lagi berisi nilai-nilai substansial yang lebih menitikberatkan pada esensi dan kedalaman politik, melainkan lebih menjadi pertarungan simbol dan artifisialitas. Gaya hidup glamor, borjuis dan hedonis adalah cermin dari budaya yang suka memuja bentuk-bentuk kehidupan yang simbolis dan artifisialistis, lebih suka menampilkan citra daripada nilai, lebih mementingkan bungkus daripada isi, lebih memilih menonjolkan tanda daripada makna.
Karena itu para pejabat yang sudah terkontaminasi oleh virus-virus glamorisme, borjuisme dan hedonisme akan mudah terperangkap ke dalam nalar pragmatis yang lebih mementingkan sisi-sisi permukaan. Mereka hanya sibuk berlomba-lomba memoles wajah dan perfromance mereka melalui daya tarik  materialisme yang dipenuhi oleh mitos-mitos pencitraan (imagologi). Mereka baru merasa gagah dan terhormat kalau membawa mobil mewah, mereka baru merasa modern kalau tas dan sepatunya made in Italy, mereka baru merasa beradab kalau parfumnya buatan Prancis, mereka baru merasa eksis kalau cerutunya satu batang seharga lima ratus ribu dan seterusnya.
Padahal semua itu hanya kesan-kesan kosong belaka. Tidak ada hubungannya antara nilai kodernitas dengan sepatu Italy, tidak ada kaitannya antara nilai kehormatan dengan mobil mewah, tidak ada hubungannya keberadaban manusia dengan mahalnya harga parfum atau cerutu. Justru sebaliknya nilai-nilai seperti kehormatan, keberadaban dan kehebatan seorang pejabat publik itu terletak pada sisi kesederhanaan, kemerakyatan, kebersehajaan dan sejenisnya.  Tidak ada gunanya dan tak bermakna apa-apa, seorang pejabat yang mobilnya mewah, parfum dan cerutunya mahal, tas dan sepatunya buatan Italy, tapi prilakunya buruk dan korup. Bahkan kalau barang-barang mewah itu justru dibelinya dari hasil korupsinya, maka itu jelas lebih naif dan ironis.
Jalan menuju Korupsi
Kehidupan glamor, borjuis dan hedonis di kalangan para pejabat jelas merupakan jalan yang paling potensial menuju korupsi.   Korupsi di Indonesia sekarang ini bukannya turun, tetapi justru melambung tinggi, karena apara pejabatnya memang suka bermewah-mewahan dan senang bergaya hidup mewah. Tingkat korupsi yang terus mengalami eskalasi bisa jadi terkait dengan gaya hidup mewah para pejabat yang tidak terkontrol itu. Bukan hanya para pejabat sendiri yang hidupnya mewah dan glamor, melainkan para istri, anak dan keluarganya juga ikut-ikutan larut dalam gaya hidup yang sama.
 Untuk membuat hidup yang penuh gebyar kemewahan, jelas dibutuhkan biaya hidup yang mahal. Karena itu, para pejabat tidak merasa puas dengan gaji dan fasilitas mewah yang mereka terima. Mereka masih mencari obyekan lain yang tidak halal yang salah satunya adalah dengan menilap atau menggarong uang negara. Karena itu, kalau hendak mengatasi korupsi secara menyeluruh, gaya hidup (lifestyle) para politisi juga harus dirubah. Paling tidak, silahkan hidup glamor dan borjuis, kalau memang itu tidak menggunakan uang rakyat. Persoalannya di sini adalah ketika hasrat borjuisme dan glamorisme itu mendorong seseorang pejabat menggunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
Apalagi, kalau para pejabat yang suka bergaya hidup mewah, glamor dan korup itu justru berada di tengah rakyatnya yang miskin, kelaparan dan tidak kuat membayar uang sekolah. Jelas sungguh menyakitkan!!!
*Muhammad Muhibbuddin adalah anggota forum studi filsafat ZAT Community Yogyakarta

   

Tuesday, December 6, 2011

REFLEKSI TRAGEDI KARBALA


Oleh :Muhammad Muhibbuddin*

Sayyidina Husein bin Ali. as.

Sejarah umat Islam pernah diwarnai oleh peristiwa tragis yang dikenal dengan tragedi Karbala. Tragedi Karbala adalah peristiwa pertumpahan darah antara pasukan Yazid bin Mu’awiyyah dari dinasti Umayyah melawan pendukung dan keluarga cucu Rasulullah Muhammad SAW, Hussein bin Ali bin Abi Thalib. Pihak Husain terdiri dari anggota-anggota terhormat keluarga dekat Nabi Muhammad SAW sekitar 128 orang yang juga terdiri dari wanita dan anak-anak dari keluarganya.
Sementara , tentara bersenjata Yazid  yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad bin Abi Waqash, berjumlah 4.000-10.000. Tentu sebuah jumlah yang tidak seimbang. Maka peristiwa ini bukan sebuah peperangan melainkan lebih sebagai  pembantaian, karena jumlah pasukan kedua belah sama sekali tidak seimbang. Dalam peristiwa ini seluruh pengikut Husein dibantai habis oleh tentara Yazid. Imam Husein sendiri wafat terbunuh secara sadis oleh tentara Yazid.


Tragedi itu terjadi pada 10 Muharram (10 Asyuro) tahun ke 61 H/680 M. Karena itu, para Muslim Syi’ah, yang dikenal sebagai kelompok “ekstrim” dalam mencintai Ahlul Bait (keluarga Nabi Muhammad SAW) memperingati persitiwa tragis ini setiap tahunnya selama 10 hari pada bulan Muharram. Dari komunitas Sunni juga banyak yang memperingati tragedi 10 Muharrom itu. Tetapi tidak seekstrim kelompok Syi’ah.
Dalam rangka turut menghormati dan merasakan penderitaan Imam Husein di Karbala, sebagian kelompok Syi’ah melakukannya dengan mencambuk diri sampai berdarah-darah. Ini merupakan wujud kecintaan dan simpati yang tinggi untuk ditujukan kepada Sayyidus Syuhada’ Imam Husein dan para pengikutnya tersebut.

Tragedi kemanusiaan
Tragedi Karbala patut disebut sebagai tragedi kemanusiaan. Apalagi itu dilakukan oleh seorang penguasa dengan balatentara yang besar terhadap kelompok minoritas yakni Husein dan pengikutnya. Bisa dibayangkan bagaimana kejam dan ngerinya peristiwa tersebut. Yang lebih naif lagi, peristiwa kelam dalam sejarah Islam tersebut justru menimpa cucu Rasulullah sendiri yang dilakukan oleh seorang penguasa yang mengaku sebagai pengikut agamanya Muhammad (Islam). 


Ini menunjukkan bahwa meskipun secara ideal ajaran Islam sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, namun dalam praktiknya umat Islam sendiri masih banyak yang berprilaku bar-bar, haus darah dan suka bertindak tidak manusiawi kepada saudara-saudaranya sendiri. Prilaku umat Islam yang antikemanusiaan ini ternyata masih terus mengemuka hingga sekarang dalam berbagai bentuk dan manifestasinya. Tak jarang hanya persoalan perbedaan madzhab dan politik, masing-masing orang rela melakukan permusuhan dan pertumpahan darah. Nilai kemanusiaan adalah salah satu dari lima nilai moral Islam. Setiap jiwa layak dihargai dan tidak boleh dilenyapkan secara swewenang-wenang. 


Namun, hingga saat ini kejahatan kemanusiaan terus mengalami eskalasi, terutama di dalam komunitas umat Islam sendiri. Dalam konteks yang lebih universal, peristiwa-peristiwa tragis yang menghancurkan tatanan nilai kemanusiaan juga tumbuh semakin semarak. Maraknya aksi terorisme, anarkhisme, korupsi, egoisme, diktatorisme dan sejenisnya masih terus menghiasi lanskap kehidupan kita.
Di Indonesia sendiri berbagai aksi kekerasan, korupsi, terorisme dan berbagai bentuk kejahatan lainnya masih tumbuh subur. Manusia sekarang nampak telah kehilangan hatinurani dan akal sehatnya sehingga cenderung tega terhadap sesamanya. Seorang koruptor yang rakus menilap uang rakyat sehingga mengorbankan kehidupan rakyat kecil adalah sosok manusia yang super tega, sama sekali tidak mempunyai perasaan. Para pejabat yang ekstase dalam budaya hedonisme dan glamorisme di tengah rakyatnya yang menjerit karena kemiskinan dan rendahnya gaji buruh  adalah sosok-sosok yang telah mengalami krisis kemanusiaan akut. Begitu juga para teroris yang dengan seenaknya menebar bom dan tindak kekerasan di mana-mana adalah sosok manusia yang kehilangan rasa kemanusiaannya terhadap yang lain. 


Krisis kemanusiaan kini semakin menggejala di tengah kehidupan kebangsaan kita. Hal ini terutama di kalangan para elit. Akibatnya adalah berbagai bencana kemanusiaan. Anehnya, berbagai kejahatan kemanusiaan itu justru sering dibungkus dengan baju agama, hukum dan konstitusi. Orang melakukan kejahatan kemanusiaan seringkali berdalih dengan mengatasnamakan Tuhan, hukum dan undang-undang. Bencana terbesar dalam sejarah manusia adalah bencana kemanusiaan. Dan ironisnya ini justru banyak disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Manusia  dalam realitasnya masih belum mampu menghargai eksistensi kemanusiaannya. Seringkali peradaban manusia yang dianggap maju dan paling modern justru banyak menimbulkan dehumanisasi di berbagai sektor kehidupan manusia. 


Padahal keewajiban moral manusia yang paling prinsip adalah menjaga dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaannya yang universal. Ebeling, dalam Dogmatik des Christlichen Glaubens (1982), mengemukakan kritiknya bahwa  hanya manusia dapat menjadi tidak manusiawi. Bahkan manusia yang tidak manusiawipun mempunyai tuntutan untuk diperlakukan secara manusiawi. Ini artinya bahwa misi kemanusiaan universal adalah misi utama bagi kehidupan umat manusia di muka bumi. Ketika kehidupan manusia tidak lagi bisa menjamin tegaknya nilai-nilai kemanusiaan universal, apa kemudian nilai dari kehidupan itu?


Sebagai refleksi
Karena itu, peristiwa Karbala hendaknya tidak hanya  diratapi. Tetapi yang lebih penting adalah dijadikan ajang refleksi untuk memikirkan secara mendalam soal pentingnya nilai kemanusiaan universal. Jangan sok bangga dengan umat beragama. Karena orang-orang yang mengaku beragama justru sering bertindak kejam dan tidak manusiawi atas nama agamanya. 


Bagaimanapun, kemanusiaan universal adalah nilai utama yang tidak bisa ditukar , apalagi dikorbankan demi sekeranjang kekuasaan apapun. Manusia selagi hidup di dunia, memang dituntut untuk terus memikirkan dan merumuskan eksistensi kemanusiaannya. Sebab, manusia ternyata mudah lupa sehingga secara tak sadar sering merendahkan kemanusiaannya, khususnya ketika di dalam kekuasaan.


*Muhammad Muhibbuddin adalah anggota forum studi filsafat ZAT Community Yogyakarta

TRAGEDI KARBALA DAN KEJAMNYA KEKUASAAN


Oleh: Muhammad Muhibbuddin*



Tragedi Karbala yang terjadi pada 10 Muharram tahun ke 61 H adalah cermin buramnya potret sejarah Islam. Dalam peristiwa berdarah ini, Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib dan pengikutnya berjumlah 128 orang dibantai habis oleh tentara Yazid bin Mu’awiyyah, khalifah dari dinasti Umayyah. Imam Husein sendiri terbunuh secara sadis dalam peristiwa ini. Peristiwa inilah yang diperingati oleh kelompok Syi’ah hingga sekarang. Peringatan itu merupakan wujud simpati terhadap targedi Karbala yang turut menewaskan cucu Rasulullah tersebut. Karena peristiwa ini pula Imam Husein dikenal sebagai sayiidus Suhada’.



 
10 Muharram 61 H, bersamaan akan tenggelamnya matahari, mega merah pun mewarnai kemerahan ufuk barat, saat itulah padang Karbala memerah, banjir darah Al-Husein (sa) dan para syuhada’ Karbala. Bumi dan langit seolah menangis sedih mengiringi perginya Imam Husein dan para syuhada’ lainnya. Dari peristiwa tragis inilah, kelompok Syi’ah yang dikenal sebagai pecinta keluarga Rasulullah mengutuk keras para penguasa dari dinasti Umayah. Mereka menuduh keluarga Mu’awiyyah merampas kekuasaan yang seharusnya dipegang oleh Ali binAbi Thalib sebagai keturunan Rasulullah.  Imam Khomeini dalam ceramahnya di Najef Iraq secara terang-terangan mengatakan : “ Setelah wafatnya Nabi SAW, musuh-musuh Islam dari Bani Umayyah, semoga Allah melaknat mereka, tidak mengizinkan pemerintahan yang berwilayah pada Ali bin Abi Thalib”.
Agama dan kekuasaan
Sejarah perdaban Islam paska Rasulullah memang diwarnai oleh tragedi kekuasaan. Bukan hanya Imam Husein yang wafat terbunuh. Ketiga Khulafuarrasyidin, yakni Umar, Utsman dan Ali sendiri juga wafat terbunuh. Penyebabnya sebenarnya satu yakni konflik kekuasaan. Karena itu, berbicara soal sejarah Islam bila dilihat dari sisi politik dan kekuasaan, maka yang terjadi kebanyakan adalah intrik dan aksi saling bunuh membunuh antara kelompok satu dengan yang lain. Ini terlebih paska khulafaurrasyidin, maka kebanyakan pengusa Islam adalah sosok-sosok yang diktator dan haus darah.

Inilah tragisnya dalam Islam. Politik dan agama telah menjadi satu kesatuan unsur yang sulit dipisahkan. Sehingga dalam berbagai pergolakan politik yang menjadi korban adalah Islam itu sendiri.  Islam sebagai agama kemanusiaan menjadi tercoreng oleh berbagai konflik kekuasaan yang dilakukan oleh sebagian pemeluknya. Politik dan agama (Islam) sebenarnya unsur yang berbeda. Tetapi dalam Islam seringkali bercampur baur bahkan tumpang tindih. Kuatnya unsur kekuasaan dan politik dalam Islam seringkali mengaburkan dan bahkan menenggelamkan substansi Islam itu sendiri sebagai universal values yang lebih menekankan pada dimensi sosial-kemanusiaan.  Imbasnya adalah timbulnya sebuah pandangan bahwa seolah misi utama Islam adalah kekuasaan dan bukannya kemanusiaan. Ini jelas sebuah distorsi.


Memang membedakan secara total antara agama dan politik adalah sesuatu yang tidak mungkin. Sebab, agama ketika eksis dalam ruang sejarah ia juga menjadi fenomena politik. Politik adalah seni mengatur hubungan antar manusia. Sementara agama secara simplisit merupakan pola relasi antara manusia dengan Tuhan yang dipraktikkan dalam berbagai bentuk.. Keduanya  mempunyai kesamaan dan sekaligus perbedaan. Namun yang pasti keduanya saling mempengaruhi. Kesamaan utama agama dan politik adalah pada subyek atau pelaku dari praktik keduanya.  Baik politik maupun agama subyek pelakunya adalah manusia. Tanpa manusia keduanya tidak berarti. Walaupun demikian, seni dan misi kepemimpinan politik harus berbeda dengan pola dan misi kepemimpinan agama-agama. Praktik keduanya tidak boleh mengaburkan sisi ontologi masing-masing.
Sayangnya, dalam praktiknya perbedaan hakiki antara  agama dan politik seringkali tidak dibedakan, sehingga seringkali menimbulkan absurditas. Rupanya absurditas hakekat politik dan agama inilah yang dimanfaatkan oleh para politisi untuk melegitimasi kekuasaannya. Tak jarang banyak politisi yang menjadikan agama sebagai alat untuk meraih kursi kekuasaannya. Dan sering pula banyak tokoh agama yang menggunakan strategi-strategi politik untuk mengukuhkan kekuasaannya atas umatnya. Padahal politik dan kekuasaan selamanya selalu meminta korban. Agama sering menjadi korban politik dan kekuasaan. Begitu juga dengan umat beragama tak jarang menjadi korban kekuasaan bagi para pemimpinnya. Ini yang tidak disadari oleh para pelaku agamawan yang politisi dan politisi dan berlabel agama.
Memperebutkan otoritas
Secara khusus, problem kekuasaan dalam Islam pada dasarnya adalah memperebutkan soal otoritas pemegang kekuasaan paska Rasulullah. Peristiwa Karbala adalah masuk dalam konteks perebutan otoritas kekuasaan ini. Dalam memperebutkan otoritas itu argumentasi yang dipakai adalah agama. Kelompok Syi’ah mempunyai keyakinan kepemimpinan politik dan agama harus dipegang oleh keturunan Rasulullah Muhammad SAW dan bukannya oleh yang lain. 


Sementara lawannya, dari kelompok Mu’awiyyah meyakini kepemimpinan paska Rasulullah tak harus dari keturunan Nabi. Dan ironisnya, prinsip ini dijadikan oleh Mu’awiyyah untuk mewariskan kekuasaan kepada anak turunnya, termasuk kepada Yazid. Dalam peristiwa Karbala ini persoalan agama dan politik begitu campur aduk sehingga sulit diidentifikasi secara pasti sisi-sisi kebenarannya. Husein dalam tragedi ini bukan hanya menjadi korban atas kebiadaban dan kekejaman Yazid, tetapi juga korban campur aduknya agama dan politik dalam Islam itu.
Tragedi kekuasaan yang merusak keluhuran Islam itu hingga kini masih terus bergejolak di kalangan umat Islam. Masih saja Islam diseret-seret untuk dijadikan sebagai komoditas politik. Akankah tragedi Karbala ini akan terus muncul karena umatnya asyik berkonflik berebut kekuasaan dengan mengatasnamakan agama?
 *Muhammad Muhibbuddin adalah anggota forum studi filsafat ZAT Community Yogyakarta

Monday, December 5, 2011

LUBANG HITAM (BLACK HOLE)


Oleh:Muhammad Muhibbuddin*




Salah penemuan terpenting dalam sains modern adalah lubang hitam atau yang disebut dengan Black Hole. Lubang hitam atau Black Hole adalah sebuah pemusatan massa yang cukup besar sehingga menghasilkan gaya gravitasi yang sangat besar. Gaya gravitasi yang sangat besar ini mencegah apa pun lolos darinya kecuali melalui perilaku terowongan kuantum. Jadi faktor dan kekuatan utama dalam lubang hitam ini adalah daya gravitasi. Medan gravitasi begitu sangat kuat sehingga kecepatan yang lepas di dekatnya mendekati kecepatan cahaya. Tidak ada sesuatu, termasuk radiasi elektromagnetik yang dapat lolos dari gravitasinya, bahkan cahaya hanya dapat masuk tetapi tidak dapat keluar atau melewatinya, dari sini diperoleh kata "hitam". Keberadaannya menyisakan sebuah teka teki. Ada apa sebenarnya di dalam lubang hitam itu sehingga unsur-unsur yang tersedot ke dalamnya tidak bisa kembali lagi. Istilah "lubang hitam" telah tersebar luas, meskipun ia tidak menunjuk ke sebuah lubang dalam arti biasa, tetapi merupakan sebuah wilayah di angkasa di mana semua tidak dapat kembali. Secara teoritis, lubang hitam dapat memliki ukuran apa pun, dari mikroskopik sampai ke ukuran alam raya yang dapat diamati. 


Teori tentang lubang hitam pertama kalinya dilontarkan oleh oleh John Michell and Pierre-Simon Laplace pada abad ke-18. Penemuan ini selanjutnya dikembangkan oleh astronom terkenal  Jerman, Karl Schwarzschild, pada tahun 1916, dengan berdasarkan pada teori relativitas umum-nya Albert Einstein. Pada tahap selanjutnya konsep ini semakin dipopulerkan oleh Stephen William Hawking, seorang pakar fisika kontemporer.
Pada saat ini banyak astronom seperti Charis yang percaya bahwa hampir semua galaksi di alam semesta ini mengelilingi lubang hitam pada pusat galaksi. Pertanyaannya adalah apakah matahari juga mengelilingi lubang hitam dan ada kemungkinan untuk terhisap oleh lubang hitam? Kalau ya, apakah lubang hitam adalah pusat alam semesta?




Nama Lubang Hutam sendiri diberikan John Archibald Wheeler pada tahun 1967 yang " sehingga menjadi populer di dunia bahkan juga menjadi topik favorit para penulis fiksi ilmiah. Tapi kalau menjadi pusat alam semesta, nampaknya juga dipertanyakan. Sebab, lubang hitam ternyata tidak satu melainkan jutaaan. Di alam semesta ini ada jutaan lubang hitam. Sehingga bisa diperkirakan bahwa masing-masing galaksi did alamnya terdapat lubang hitam-nya. Kita tidak dapat melihat lubang hitam, tetapi kita hanya melihat dan mengidentifikasinya lewat fenomenanya yakni adanya materi yang tertarik / tersedot ke arahnya. Dengan cara inilah, para astronom mempelajari dan mengidentifikasikan banyak lubang hitam di angkasa lewat observasi yang sangat hati-hati sehingga diperkirakan di angkasa dihiasi oleh jutaan lubang hitam.


Lubang Hitam tercipta ketika suatu obyek tidak dapat bertahan dari kekuatan tekanan gaya gravitasinya sendiri. Banyak obyek  tidak akan bisa menjadi lubang hitam, termasuk matahari dan bumi. Tekanan gravitasi pada matahari dan bumi tidak mencukupi untuk melampaui kekuatan atom dan nuklir dalam dirinya yang sifatnya melawan tekanan gravitasi. Tetapi sebaliknya untuk obyek yang bermassa sangat besar, tekanan gravitasi-lah yang menang. Massa dari lubang hitam terus bertambah besar melalui cara menangkap semua materi didekatnya. Semua materi tidak bisa lari dari hisapan lubang hitam jika melintas terlalu dekat. Jadi obyek yang tak bisa menjaga jarak yang aman dari lubang hitam, sudah pasti akan terhisap. 


Berlainan dengan reputasi yang disandangnya saat ini yang menyatakan bahwa lubang hitam dapat menghisap apa saja disekitarnya. Bagaimnapun lubang hitam tidak akan mampu menghisap unsur-usnur atau apa saja yang jaraknya terllau jauh darinya. Dia hanya menghisap materi atau unsur yang lewat sangat dekat dengannya. Contoh : bayangkan matahari kita menjadi lubang hitam dengan massa yang sama. Kegelapan akan menyelimuti bumi dikarenakan tidak ada pancaran cahaya dari lubang hitam, tetapi bumi akan tetap mengelilingi lubang hitam itu dengan jarak dan kecepatan yang sama dengan saat ini dan tidak terhisap masuk kedalamnya. 

 Bahaya akan mengancam bumi hanya apabila  bumi berjarak 10 mil dari lubang hitam. Kenyataan menunjukkan bahwa bumi berjarak 93 juta mil dari matahari. Lubang hitam juga dapat bertambah massanya dengan cara bertubrukan atau melebur dengan lubang hitam yang lain sehingga menjadi satu lubang hitam yang lebih besar.


*Muhammad Muhibbuddin adalah anggota forum diskusi “ZAT Community” Yogyakarta.