Sunday, January 15, 2012

KRIMINALISASI IBADAH ADALAH KRIMINAL


Oleh : Muhammad Muhibbuddin*

Perayaan Natal di Indonesia ternyata masih belum aman dari gangguan umat agama lain. Masih saja ada kelompok agama lain yang suka bikin onar, mengganggu dan menteror umat Kristiani yang hendak melaksanakan perayaan Natal. Sebagaimana yang telah menimpa  jemaat GKI Yasmin Bogor pada saat Natal kemarin. Saat hendak melaksanakan kebaktian Natal, jemaat Natal dibubarkan oleh sekelompok orang yang mengaku dirinya sebagai umat Islam. Alasannya adalah bahwa berdasarkan kebijakan walikota para jamaat ini belum mempunyai ijin bangunan sebagai tempat beribadah. Tanah yang hendak dibanguni gereja masih dalam sengketa antara walikota dengan pihak gereja. Artinya mereka Illegal. Padahal dalam sengketa tanah itu Mahkamah Agung telah memenangkan pihak gereja Yasmin. Namun pihak walikota justru mengkhianati keputusan MA tersebut. Dalam proses pengadilan di Indonesia, tingkatan tertinggi keputusan hukum adalah di tangan MA, namun itu justru dilecehkan oleh walikota. Dan anehnya, pelecehan ini yang dijadikan oleh sekelompok orang untuk berbuat anarkhis terhadap umat agama lain.
Absurditas kebebasan beragama
Kebebasan beragama di Indonesia ternyata masih absurd. Hal ini justru disebabkan oleh  aparat pemerintah sendiri yang tidak konsisten dalam mengamalkan nila-nilai Pancasila dan pilar keangsaan lainnya. Sehingga meskipun spirit kebebasan beragama seringkali disosialisasikan, dalam faktanya masih saja ada bentuk-bentuk arogansi, kriminalsiasi dan anarkhisme yang dilakukan oleh kelompok agama satu kepada agama lainnya. Arogansi dan anarkhisme agama ini bahkan telah menyentuh pada level yang paling sublim dan privat yakni kebebasan menjalankan ritual ibadah keada Tuhan, sebagaimana kebhaktian yang dilakukan oleh umat Kristiani. Kebebasan menjalankan ritual ibadah, termasuk merayakan Natal bagi warga Kristiani, adalah hak yang paling primordial sebagaimana yang juga dimiliki oleh umat beragama lainnya. Ritual ibadah merupakan bentuk komunikasi antara seorang hamba kepada Tuhannya berdasarkan keyakinan masing-masing. Karena itu, siapapun orangnya akan sangat berdosa manakala ia berani menggangu orang yang menjalankan ritual ibadah itu.
Namun anehnya, gangguan terhadap praktk ritual tersebut justru dilindungi oleh walikota setempat. Apa hak dan otoritas walikota serta kelompok yang mengaku umat Islam menghalang-halangi umat Kritiani untuk beribadah? Apa alasan kelompok pengacau yang mengaku Islam itu membubarkan perayaan Natal yang dianggap suci oleh umat Kristen itu? Bukankah mereka juga sama seperti waga lain yakni sebatas untuk beribadah, sebatas untuk mengungkapkan kerinduannya kepada Tuhan? Sebatas untuk mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan? Tetapi kenapa praktik ibadah itu dianggap kriminal sehingga mereka sewenang-wenang mengacaukannya? Bagaimana bisa sebuah praktik ibadah dianggap kriminal sehingga harus dibubarkan?
Kalau memang itu melanggar surat walikota, bukankah surat walikota itu sendiri yang salah karena melarang orang lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinanya? Lagi pula, apa hubungannya beribadah dengan adminsitrasi walikota? Apakah untuk mengungkapkan rasa syukur, untuk mengungkapkan rasa rindu kepada Tuhan harus mendapat ijin walikota atau presiden?   Apakah seorang yang hendak melaksanakan sholat, puasa, kebhaktian, semedi dan sejensinya harus mendapat restu dari walikota? Bukankah ibadah-ibadah itu ditujukan seorang hamba kepada Tuhan, bukan kepada walikota? Memangnya walikota itu siapa, kok seolah dia adalah Tuhan yang berhak menentnukan boleh tidaknya seorang beribadah? Ritual ibadah yang merupakan refleksi keimanan seseorang adalah persoalan privasi (private religioun) yang menyangkut kesadaran dan pengalaman spiritual seseorang sehingga dia bebas untuk mengungkapkannya tanpa harus mendapatkan ijin atau restu dari siapapun termasuk dari pak walikota .
Itu adalah sesuatu yang wajar bagi manusia sebagai makhluq yang berTuhan, karena itu  tidak bisa dikriminalkan ataupun diganggu.  Praktik ritual itu baru menjadi tindakan kriminal kalau memang dipaksakan kepada orang lain yang tidak seiman. Para jemaat gereja Yasmin di Bogor tersebut bukan hendak memaksakan keyakinanya terhadap umat agama lain. Mereka hanya hendak beribadah merayakan Natal dan bukan untuk memaksakan doktrin Kristen terhadap umat agama lainnya. Karena itu, sungguh aneh kalau itu dianggap perbuatan kriminal sehingga dikacaukan dengan sewenang-wenang. Justru yang berbuat kriminal di sini adalah kelompok yang membubarkan Natal itu sendiri beserta walikotanya. Sebab, kelompok umat Islam yang sok berlagak sebagai Tuhan ini  telah merampas dan menginjak-injak hak orang lain untuk beribadah kepada Tuhan.
Kalau memang mereka adalah sekelompok perampok, gembong Narkoba atau segerombolan koruptor  yang hendak melakkan tindakan kriminal, tidak apa-apa kalau mereka ini digrebek dan diobrak-abrik. Lha para jemaat GKI Yasmin ini sekelompok orang beragama dan hendak beribadah, kok dibubarkan, apa salahnya mereka? Tuhan saja memberi kebebasan seluas-luasnya kepada umatnya untuk beribadah, tapi kenapa sekelompok umat beragama yang imannya di mata Tuhan belum tentu benar, justru berani membatasi bahkan menghalangi umat agama lain untuk beribadah? Sungguh tidak tahu diri!!
Aksi kriminal 
Kasus memalukan di Bogor itu menandakan bahwa betapa susahnya untuk bertemu Tuhan di Indonesia? Pada dasarnya Tuhan sangat welcome, sangat terbuka untuk menerima hambaNYA yang hendak menghadap kepadaNYA. Tuhan pada dasarnya sangat membuka diri di manapun hamba itu berada untuk berkomunikasi denganNYA. Namun, hanya sebagian manusianya sendiri yang sok pongah, sok paling benar sendiri sehingga merasa paling berhak menentukan kebenaran melebihi Tuhan itu sendiri. Ini sebenarnya sikap kekurangajaran manusia kepada Tuhannya.
Bukan sebuah tindakan kirminal seorang yang beribadah kepada Tuhan, sepanjang dia tidak memaksakan keyakinannya itu kepada orang lain. Justru mereka yang mengkriminalkan  orang yang beribadah itulah yang sesungguhnya kriminal.
*Muhammad Muhibbuddin adalah anggota forum studi filsafat ZAT Community Yogyakarta

No comments:

Post a Comment